Bid'ah
Abu Darda dan Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhum "Sedikit dan sesuai sunnah lebih baik dari pada banyak tetapi bid'ah." Abdullah bin Umar berkata: "Setiap bid'ah itu adalah sesat meskipun dianggap baik oleh manusia."
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur¡¦an) dan sebaik-baik petunjuk adalah Muhammad . Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru (muhdats) dan setiap muhdats adalah bid¡¦ah dan setiap bid¡¦ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka¡¨. (Riwayat Muslim juz 3 hal. 11. Nasa¡¦I juz 3 hal. 188-189 dan kedua tambahan dalam kurung() dari riwayatnya. Ahmad juz 3 hal. 310 & 371. Ibnu Majah no 45).
Demikian itu karena sesungguhnya hakikat agama terdiri dari dua hal, yaitu tidak ada ibadah kecuali kepada Allah, dan tidak boleh beribadah kepada Allah kecuali dengan syari¡¦at yang ditentukan-Nya. Sebab telah disebutkan berulang kali dari sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam, ¡§Kullu bid¡¦ah dhalalah (setiap bid¡¦ah adalah sesat)! ¡§ Maka sesuatu yang belum ada pada masa Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam dan tidak ada keterangan dalam agama, maka hal tersebut tertolak.
Oleh adalah kebaikan bagi kita untuk mengenali apa itu bid¡¦ah, agar dapat terhindar dan membentengi diri darinya..
Definisi Bid¡¦ah
Para ulama membagi definisi bid¡¦ah menjadi dua. Menurut bahasa dan bid¡¦ah yang dinamakan oleh Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam sebagai muhdats.
Bid'ah menurut bahasa/lughoh artinya: "sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya". (Ilmu Ushul Bida' hal 217-224). Ini adalah definisi bid¡¦ah sebara umum. Sedangkan, Bid'ah dinamakan oleh Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam sebagai muhdats, yakni: "Sesuatu yang baru di dalam Agama yang tidak pernah disyari'atkan oleh Allah dan Rasul-Nya". Atau "Satu cara yang diadakan/dibuat oleh orang didalam Agama Islam yang menyerupai syari'at untuk tujuan beribadah kepada Allah."
(Al-Iqtidlo' hal.276 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Al-I'tisham juz I hal.38-45 oleh Imam Asy-Syatibi)
Dalil-dalil kelengkapan syariat islam dan menolak bid¡¦ah
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
¡§Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu¡¨ (Al-Maaidah:3)
Al Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya (II/19) berkata, ¡§Ini adalah nikmat terbesar dari sebagian nikmat yang Allah berikan kepada umat ini. Yaitu Allah telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama yang lain dan juga tidak membutuhkan nabi selain nabi mereka, Nabi Muhammad Shallallahu 'alayhi wa sallam. Oleh karena itulah, Allah menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan menjadikannya pula sebagai nabi yang diutus kepada seluruh jin dan manusia. Maka tidak ada yang halal melainkan apa yang dihalalkannya dan tidak ada yang haram melainkan apa yang diharamkannya serta tidak ada agama yang benar kecuali agama yang disyari¡¦atkannya.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam : ¡§barangsiapa yang mengadakan di dalam urusan (yakni agama) kami ini apa-apa yang tidak ada darinya, maka tertolaklah dia.¡¨ (Riwayat Bukhari juz 3 hal. 167 dan Muslim juz 5 hal. 133 dan lain-lain)
¡§Barangsiapa yang hidup diantara kamu sesudahku (yakni sepeninggalku), niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kamu berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin (Abu bakar, Umar, Utsman dan Ali). Berpeganglah dengannya dan gigitlah dengan gigi gerahammu!
Dan jauhilah olehmu setiap urusan yang baru/muhdats! Karena sesungguhnya, setiap urusan yang baru itu adalah bid¡¦ah dan setiap bid¡¦ah adalah sesat¡¨. (Hadits Shahih riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Darimi, Hakim dan lain-lain dari hadits Irbadl bin Sariyah).
Imam Thabrani dalam Mu¡¦jam Al-Kabir (1647) menyebutkan riwayat dari Abu Dzar Al-ghifari radhiyallahu anh, ia berkata ¡§Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam meninggalkan kami dan tidak ada seekor burung yang mengepakkan sayapnya di udara melainkan beliau menyebutkan kepada kami ilmu tentangnya.¡¨ Ia berkata, ¡§Lalu Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam berkata, ¡¥Tidak tersisa sesuatupun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan kepadamu!¡¦.
Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa setiap sesuatu yang mendekatkan kita kepada surga, maka Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam telah menjelaskan kepada kita, dan segala sesuatu yang menjauhkan kita dari neraka, maka Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam juga telah menjelaskannya kepada kita. Oleh karena itu, suatu bid¡¦ah, apapun bentuknya, adalah penyanggahan terhadap syari¡¦at dan kelancangan yang sangat buruk. Sebab dengan bid¡¦ahnya itu, berarti pelakunya menyatakan bahwa syari¡¦at tidak cukup dan tidak lengkap sehingga membutuhkan hal yang baru dan penambahan darinya. Padahal Allah f¹ telah menegaskan bahwa agama ini telah sempurna (tidak memerlukan tambahan). Dari Salman (Al-Faarisiy) radhiyallahu anh, ia berkata: Orang-orang musyrik telah berkata kepada kami: "Sesungguhnya Nabi kamu itu telah mengajarkan kepada kamu segala sesuatu sampai-sampai buang air besar! Jawab Salman: "Benar!"...
(Riwayat Muslim (1/154) dll).
Perkataan kaum musyirikin di atas yang mereka ucapkan dengan nada kesal dan mengejek kepada shahabat dan jawaban para shahabat kepada mereka, menegaskan kepada kita: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam telah mengajarkan kepada umatnya segala sesuatu tentang agama Allah ini (Al-Islam), baik aqidah, ibadah, sampai kepada adab-adab buang air.
Dari sini dengan sangat mudah kita mengetahui bahwa bid'ah itu hanya terbatas pada masalah ibadah. Sedangkan yang dimaksud dengan ibadah ialah: "Segala sesuatu yang dicintai dan diridlai oleh Allah. Baik perkataan atau perbuatan yang lahir dan batin. Seperti shalat, zakat, puasa, haji, berkata yang benar, menunaikan amanat, berbuat baik kepada orang tua, menyambung silaturrahim, menepati janji, amar ma'ruf nahi munkar, jihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil, hamba sahaya, (berbuat baik) kepada manusia atau kepada hewan, berdoa, dzikir dan membaca Al Qur'an dll semua termasuk dalam ibadah. Demikian juga cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah dan kembali kepada-Nya serta mengikhlaskan diri di dalam beragama kepada-Nya. Dan sabar didalam hukum-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmatnya, ridhla terhadap ketentuan-ketentuanNya, mengharap rahmat-Nya, takut akan adzab-Nya dll semuanya termasuk ibadah
kepada Allah". (penjelasan Syaikhul Islam di kitabnnya Al-'Ubudiyyah hal.8).
Di kitab yang sama (hal.127) beliau menjelaskan tentang dua dasar yang terkumpul seluruh ajaran agama:
Pertama: Bahwa tidak boleh kita beribadah kecuali hanya kepada Allah.
Kedua: dan tidak boleh kita beribadah kepada-Nya kecuali dengan apa-apa yang Allah syari'atkan. Dan kita tidak beribadah kepada-Nya dengan berbagai macam bid'ah.
Masalah ini beliau jelaskan juga di kitabnya Al-Iqtidlo' hal.451. Kemudian di kitab ini beliau pun menjelaskan satu kaidah atau dasar yang telah di buat dan disepakati oleh para Imam yaitu:
"Bahwasanya perbuatan-perbuatan manusia itu terbagi kepada ibadah, yang mereka jadikan sebagai agama yang bermanfaat didalam kehidupan mereka. Maka dasar di dalam ibadah ialah: Tidak boleh mensyari'atkan sesuatupun di dalam ibadah kecuali apa-apa yang telah Allah syari'atkan (yakni ibadah itu sifatnya menunggu keterangan dari Allah dan Rasul-Nya), sedangkan dasar didalam muamalat ialah: Tidak boleh melarang sesuatu kecuali apa-apa yang Allah larang (yakni muamalat itu sifatnya menunggu larangan dari Allah dan Rasul-Nya)" (Al-Iqtidlo' hal.269).
Kemudian dua orang murid besar beliau yaitu Al-Imam Ibnul Qayyim dan Al-Imam Ibnu Katsir turut juga menjelaskan di kitab keduanya. Adapun Ibnul Qayyim di kitabnya I'laamul Muwaqqi'in (juz I hal.344): "Bahwa asal didalam ibadah adalah batal, haram sampai tegak dalil yang memerintahkannya."
Sedangkan Ibnu Katsir di kitab tafsirnya (juz 4 hal.258) ketika beliau menegaskan bahwa hadiah bacaan Al Qur'an tidak sampai kepada mayit. Kemudian beliau menutup dengan perkataannya: "Bahwa didalam masalah ibadah hanya terbatas pada nash (Dalil), tidak bisa dipalingkan dengan berbagai macam qiyas dan ra'yi".
kesimpulannya:
1. Bahwa agama ini tidak memerlukan segala bentuk tambahan dan pengurangan sedikitpun juga.
2. Bahwa Agama ini telah sempurna didalam ketinggian, kemuliaan dan kebenaran secara mutlak. Bahwa Islamlah satu-satunya agama yang haq. Agamanya para Nabi dan Rasul dari Adam alayhissalam sampai Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam. Dan Agama yang telah diridlai oleh Rabbul 'Alamin.
3. Bahwa agama ini telah sempurna karena keumuman Risalahnya untuk seluruh manusia dan sepanjang zaman. Yakni, tidak terikat pada suatu kaum/bangsa atau pada zaman tertentu.
Ibnul Majisyun berkata, ¡§Saya mendengar Imam Malik bin Anas ¡Vrahimahullah- bekata, ¡¥Barangsiapa yang membuat bid'ah dalam Islam, dan dianggap sebagai kebaikan maka sesunguhnya dia menganggap Nabi Muhammad Shallallahu 'alayhi wa sallam mengkhianati risalah. Sebab Allah berfirman, ¡§Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu.¡§ Maka apa yang hari itu bukan agama, pada hari ini pun bukan agama juga.¡¨ (Al-I¡¦thisham I/49)
Maroji¡¦:
1. Ilmu Ushul Bida¡¦ Dirasah Takmiliyah Muhimmah fi Ilmi Ushul Al-Fiqh
2. Risalah bid¡¦ah
Date: Tue, 11 May 2004 15:49:37 -0700 (PDT)
From: Ummu 'Abbas
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur¡¦an) dan sebaik-baik petunjuk adalah Muhammad . Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru (muhdats) dan setiap muhdats adalah bid¡¦ah dan setiap bid¡¦ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka¡¨. (Riwayat Muslim juz 3 hal. 11. Nasa¡¦I juz 3 hal. 188-189 dan kedua tambahan dalam kurung() dari riwayatnya. Ahmad juz 3 hal. 310 & 371. Ibnu Majah no 45).
Demikian itu karena sesungguhnya hakikat agama terdiri dari dua hal, yaitu tidak ada ibadah kecuali kepada Allah, dan tidak boleh beribadah kepada Allah kecuali dengan syari¡¦at yang ditentukan-Nya. Sebab telah disebutkan berulang kali dari sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam, ¡§Kullu bid¡¦ah dhalalah (setiap bid¡¦ah adalah sesat)! ¡§ Maka sesuatu yang belum ada pada masa Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam dan tidak ada keterangan dalam agama, maka hal tersebut tertolak.
Oleh adalah kebaikan bagi kita untuk mengenali apa itu bid¡¦ah, agar dapat terhindar dan membentengi diri darinya..
Definisi Bid¡¦ah
Para ulama membagi definisi bid¡¦ah menjadi dua. Menurut bahasa dan bid¡¦ah yang dinamakan oleh Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam sebagai muhdats.
Bid'ah menurut bahasa/lughoh artinya: "sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya". (Ilmu Ushul Bida' hal 217-224). Ini adalah definisi bid¡¦ah sebara umum. Sedangkan, Bid'ah dinamakan oleh Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam sebagai muhdats, yakni: "Sesuatu yang baru di dalam Agama yang tidak pernah disyari'atkan oleh Allah dan Rasul-Nya". Atau "Satu cara yang diadakan/dibuat oleh orang didalam Agama Islam yang menyerupai syari'at untuk tujuan beribadah kepada Allah."
(Al-Iqtidlo' hal.276 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Al-I'tisham juz I hal.38-45 oleh Imam Asy-Syatibi)
Dalil-dalil kelengkapan syariat islam dan menolak bid¡¦ah
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
¡§Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu¡¨ (Al-Maaidah:3)
Al Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya (II/19) berkata, ¡§Ini adalah nikmat terbesar dari sebagian nikmat yang Allah berikan kepada umat ini. Yaitu Allah telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama yang lain dan juga tidak membutuhkan nabi selain nabi mereka, Nabi Muhammad Shallallahu 'alayhi wa sallam. Oleh karena itulah, Allah menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan menjadikannya pula sebagai nabi yang diutus kepada seluruh jin dan manusia. Maka tidak ada yang halal melainkan apa yang dihalalkannya dan tidak ada yang haram melainkan apa yang diharamkannya serta tidak ada agama yang benar kecuali agama yang disyari¡¦atkannya.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam : ¡§barangsiapa yang mengadakan di dalam urusan (yakni agama) kami ini apa-apa yang tidak ada darinya, maka tertolaklah dia.¡¨ (Riwayat Bukhari juz 3 hal. 167 dan Muslim juz 5 hal. 133 dan lain-lain)
¡§Barangsiapa yang hidup diantara kamu sesudahku (yakni sepeninggalku), niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kamu berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin (Abu bakar, Umar, Utsman dan Ali). Berpeganglah dengannya dan gigitlah dengan gigi gerahammu!
Dan jauhilah olehmu setiap urusan yang baru/muhdats! Karena sesungguhnya, setiap urusan yang baru itu adalah bid¡¦ah dan setiap bid¡¦ah adalah sesat¡¨. (Hadits Shahih riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Darimi, Hakim dan lain-lain dari hadits Irbadl bin Sariyah).
Imam Thabrani dalam Mu¡¦jam Al-Kabir (1647) menyebutkan riwayat dari Abu Dzar Al-ghifari radhiyallahu anh, ia berkata ¡§Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam meninggalkan kami dan tidak ada seekor burung yang mengepakkan sayapnya di udara melainkan beliau menyebutkan kepada kami ilmu tentangnya.¡¨ Ia berkata, ¡§Lalu Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam berkata, ¡¥Tidak tersisa sesuatupun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan kepadamu!¡¦.
Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa setiap sesuatu yang mendekatkan kita kepada surga, maka Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam telah menjelaskan kepada kita, dan segala sesuatu yang menjauhkan kita dari neraka, maka Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam juga telah menjelaskannya kepada kita. Oleh karena itu, suatu bid¡¦ah, apapun bentuknya, adalah penyanggahan terhadap syari¡¦at dan kelancangan yang sangat buruk. Sebab dengan bid¡¦ahnya itu, berarti pelakunya menyatakan bahwa syari¡¦at tidak cukup dan tidak lengkap sehingga membutuhkan hal yang baru dan penambahan darinya. Padahal Allah f¹ telah menegaskan bahwa agama ini telah sempurna (tidak memerlukan tambahan). Dari Salman (Al-Faarisiy) radhiyallahu anh, ia berkata: Orang-orang musyrik telah berkata kepada kami: "Sesungguhnya Nabi kamu itu telah mengajarkan kepada kamu segala sesuatu sampai-sampai buang air besar! Jawab Salman: "Benar!"...
(Riwayat Muslim (1/154) dll).
Perkataan kaum musyirikin di atas yang mereka ucapkan dengan nada kesal dan mengejek kepada shahabat dan jawaban para shahabat kepada mereka, menegaskan kepada kita: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam telah mengajarkan kepada umatnya segala sesuatu tentang agama Allah ini (Al-Islam), baik aqidah, ibadah, sampai kepada adab-adab buang air.
Dari sini dengan sangat mudah kita mengetahui bahwa bid'ah itu hanya terbatas pada masalah ibadah. Sedangkan yang dimaksud dengan ibadah ialah: "Segala sesuatu yang dicintai dan diridlai oleh Allah. Baik perkataan atau perbuatan yang lahir dan batin. Seperti shalat, zakat, puasa, haji, berkata yang benar, menunaikan amanat, berbuat baik kepada orang tua, menyambung silaturrahim, menepati janji, amar ma'ruf nahi munkar, jihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil, hamba sahaya, (berbuat baik) kepada manusia atau kepada hewan, berdoa, dzikir dan membaca Al Qur'an dll semua termasuk dalam ibadah. Demikian juga cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah dan kembali kepada-Nya serta mengikhlaskan diri di dalam beragama kepada-Nya. Dan sabar didalam hukum-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmatnya, ridhla terhadap ketentuan-ketentuanNya, mengharap rahmat-Nya, takut akan adzab-Nya dll semuanya termasuk ibadah
kepada Allah". (penjelasan Syaikhul Islam di kitabnnya Al-'Ubudiyyah hal.8).
Di kitab yang sama (hal.127) beliau menjelaskan tentang dua dasar yang terkumpul seluruh ajaran agama:
Pertama: Bahwa tidak boleh kita beribadah kecuali hanya kepada Allah.
Kedua: dan tidak boleh kita beribadah kepada-Nya kecuali dengan apa-apa yang Allah syari'atkan. Dan kita tidak beribadah kepada-Nya dengan berbagai macam bid'ah.
Masalah ini beliau jelaskan juga di kitabnya Al-Iqtidlo' hal.451. Kemudian di kitab ini beliau pun menjelaskan satu kaidah atau dasar yang telah di buat dan disepakati oleh para Imam yaitu:
"Bahwasanya perbuatan-perbuatan manusia itu terbagi kepada ibadah, yang mereka jadikan sebagai agama yang bermanfaat didalam kehidupan mereka. Maka dasar di dalam ibadah ialah: Tidak boleh mensyari'atkan sesuatupun di dalam ibadah kecuali apa-apa yang telah Allah syari'atkan (yakni ibadah itu sifatnya menunggu keterangan dari Allah dan Rasul-Nya), sedangkan dasar didalam muamalat ialah: Tidak boleh melarang sesuatu kecuali apa-apa yang Allah larang (yakni muamalat itu sifatnya menunggu larangan dari Allah dan Rasul-Nya)" (Al-Iqtidlo' hal.269).
Kemudian dua orang murid besar beliau yaitu Al-Imam Ibnul Qayyim dan Al-Imam Ibnu Katsir turut juga menjelaskan di kitab keduanya. Adapun Ibnul Qayyim di kitabnya I'laamul Muwaqqi'in (juz I hal.344): "Bahwa asal didalam ibadah adalah batal, haram sampai tegak dalil yang memerintahkannya."
Sedangkan Ibnu Katsir di kitab tafsirnya (juz 4 hal.258) ketika beliau menegaskan bahwa hadiah bacaan Al Qur'an tidak sampai kepada mayit. Kemudian beliau menutup dengan perkataannya: "Bahwa didalam masalah ibadah hanya terbatas pada nash (Dalil), tidak bisa dipalingkan dengan berbagai macam qiyas dan ra'yi".
kesimpulannya:
1. Bahwa agama ini tidak memerlukan segala bentuk tambahan dan pengurangan sedikitpun juga.
2. Bahwa Agama ini telah sempurna didalam ketinggian, kemuliaan dan kebenaran secara mutlak. Bahwa Islamlah satu-satunya agama yang haq. Agamanya para Nabi dan Rasul dari Adam alayhissalam sampai Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam. Dan Agama yang telah diridlai oleh Rabbul 'Alamin.
3. Bahwa agama ini telah sempurna karena keumuman Risalahnya untuk seluruh manusia dan sepanjang zaman. Yakni, tidak terikat pada suatu kaum/bangsa atau pada zaman tertentu.
Ibnul Majisyun berkata, ¡§Saya mendengar Imam Malik bin Anas ¡Vrahimahullah- bekata, ¡¥Barangsiapa yang membuat bid'ah dalam Islam, dan dianggap sebagai kebaikan maka sesunguhnya dia menganggap Nabi Muhammad Shallallahu 'alayhi wa sallam mengkhianati risalah. Sebab Allah berfirman, ¡§Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu.¡§ Maka apa yang hari itu bukan agama, pada hari ini pun bukan agama juga.¡¨ (Al-I¡¦thisham I/49)
Maroji¡¦:
1. Ilmu Ushul Bida¡¦ Dirasah Takmiliyah Muhimmah fi Ilmi Ushul Al-Fiqh
2. Risalah bid¡¦ah
Date: Tue, 11 May 2004 15:49:37 -0700 (PDT)
From: Ummu 'Abbas
Komentar