Bank islam, ironi dan solusi-nya

Kenapa Bank Islam disebut sebuah ironi adalah karena institusi tsb membuka jalan sehingga masyarakat masuk ke pintu riba. Penjelasan detil tentang riba-nya Bank Islam sudah dipaparkan pada artikel sebelumnya. Sekarang, saya akan coba uraikan bagaimana solusi supaya Bank Islam benar2 menjadi "Islami" dan lepas dari sistem perbankan. Sebab bagaimana pun juga, saya berprasangka baik bahwa mereka yang mendirikan, dan menjalankan Bank Islam berniat untuk membebaskan umat islam dari perbankan Ribawi.

Nah, bagaimana dan apa solusi untuk Bank Islam? Berikut ini paparannya, namun jangan dianggap sebuah solusi final. Ini hanyalah sebuah gagasan dari saya sebagai orang awam.

1. Jangan Menggunakan Nama atau Istilah "Bank" !
Kenapa? Apa yg salah dgn istilah bank? Tentu saja salah, karena saya meyakini bahwa Bank adalah lembaga riba=lembaga kejahatan. Sangat tidak masuk akal jika kita menggunakan nama yang berasosiasi dengan hal yang jelek/jahat untuk menamakan produk kita.
Sebagai contoh, saya yakin tidak ada muslim waras yang mau melabeli minuman buatannya dengan BIR JERUK walaupun minuman tsb 100% tidak memabukkan. Kenapa? Karena konotasi Bir sendiri sudah jelek.
bisa saja misalnya: Bank Muamalat Indonesia berganti jadi Lembaga Investasi dan Titipan Muamalat (misalnya lho ya...)

2. Jangan membungakan pinjaman sebagaimana Bank biasa.
Poin kedua secara akad sepertinya "sudah dipenuhi" oleh Bank Islam. Hal ini tidak akan saya bahas panjang2 karena memerlukan analisa fiqh yang bukan bidang dan kemampuan saya.

3. Bedakan Nasabah "Investor" dan Nasabah "Penitip"
Untuk menghindari efek dari Fractional Reserve Requirement (FRR) yang secara tidak langsung juga dilakukan oleh Bank Islam, perlu kiranya kita bedakan antara nasabah yg berperan sebagai "investor" dan nasabah yg hanya "menitipkan" uangnya.

Apa efek FRR? (Definisi FRR bisa dicari di literatur lain atau nanti akan saya buatkan artikelnya)

- inflasi karena penciptaan uang dari "udara kosong"/ hanya berupa catatan/byte komputer (uang riba).
- kezaliman apabila semua nasabah menarik uangnya secara bersamaan. Tidak semua nasabah akan memperoleh haknya, biasanya hanya yg datang awal2 datang saja yg akan mendapatkan uang haknya.

Mengapa harus dibedakan jadi 2 jenis nasabah/klien?

A. Nasabah "Penitip"
Nasabah tipe ini adalah nasabah yang takut akan resiko investasi. Nasabah tipe ini niatnya hanya "menitipkan" uangnya karena barangkali menganggap, daripada disimpan di rumah tidak aman, lebih baik dititipkan.
Karena jasa yg diterimanya adalah titipan, maka konsekuensinya adalah dana nasabah tersebut TIDAK BOLEH diutakatik oleh "Bank Islam". Dana tersebut harus selalu tersedia kapanpun nasabah mau mengambilnya kembali. Konsekuensi buat pihak nasabah, yang namanya titipan tentu harus ada "biaya"nya. Tidak ada dalam bisnis normal, orang yang nitip malah dikasih uang oleh yang dititipi. Sebaliknya, nasabah HARUS membayar biaya atas jasa penitipan tersebut. Ini adalah salah satu sumber dana buat "Bank Islam".

B. Nasabah "Investor/Pemodal"
Nasabah tipe ini, niatnya memang investasi dan termasuk berani untung berani rugi. Nasabah memberikan uangnya dan berniat supaya uang tersebut dijadikan modal di sektor riil yang halal. "Bank Islam" dapat bertindak sebagai "mediator" untuk mempertemukan pemodal dan pebisnis dan mengambil biaya atas jasa tersebut, atau bisa juga seperti konsep "Bank Islam" saat ini walaupun butuh pertimbangan fiqh permodalan. Sebagai konsekuensi investasi, nasabah tidak dapat menarik dana seenaknya, harus menunggu satu siklus usaha. Selain itu, nasabah juga harus siap apabila usaha yang dijalankan dengan modalnya menjadi untung sehingga uangnya bertambah, sekaligus menjadi rugi/berkurang/habis kalau usaha tsb bangkrut atau merugi. Namun untuk menghindari mengaarah ke jual-beli saham, permodalan tersebut tidak boleh diperjualbelikan layaknya saham.

Dengan adanya dua tipe nasabah tersebut, efek FRR akan hilang dengan sendirinya dan tidak ada yang dirugikan/dizalimi.

4. Jangan menggunakan "Uang Monopoli"
Maksudnya disini adalah, jangan gunakan uang kertas/uang fiat. Kalau basisnya uang kertas, karena Riba dan zalim, solusi/gagasan sebelumnya jadi sia2 belaka. Gunakan uang yg masyarakat bebas akan memilihnya yaitu emas dan perak, dalam hal ini, dinar dan dirham.

Demikian gagasan tentang solusi masalah Bank Islam. Nah, apakah gagasan ini bisa dilaksanakan? Tergantung kemauan. Kalau Bank Islam yg sekarang tidak memulainya, kemungkinan besar Wakala akan bertransformasi ke arah sana.

Catatan: sebagian gagasan diatas diilhami oleh posting seseorang di milis ekomomisyariah, jadi tidak semuanya murni pemikiran saya.

Komentar